Kamis, 19 Mei 2011

Utamanya Hari Jum'at Menurut Imam Al Ghazali

Dinukil dari Terjemah Kitab Ihya Ulumuddin jilid 2 karya Imam Al-Ghazali (penerjemah Ustadz Ahmad Rofi’ Utsmani) Hari Jumat adalah hari Raya, Islam diagungkan oleh Allah SWT karena hari Jumat dan dikhususkan-Nya kaum Muslimin dengan hari Jumat ini. Allah SWT berfirman: ” …Apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli…” (QS. Al-Jumu’ah 62: 9) Demikian hal-nya pada hari Jumat tidak diperkenankan mengurusi urusan duniawi (yang berlebihan) dan tiap-tiap perbuatan yang menghalangi dari berangkat menunaikan shalat Jumat. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Allah SWT mewajibkan atas kalian shalat Jumat pada hariku ini dan pada tempatku ini.” (HR Ibnu Majah) Beliau SAW juga bersabda,” Barangsiapa yang meninggalkan (shalat) Jumat tiga kali tanpa ‘udzur niscaya dicapkan oleh Allah pada qalbunya.” (HR. Ahmad) Dalam riwayat yang lain, “…Sungguh, ia (muslim yang meninggalkan shalat Jumat tanpa ‘udzur) telah melemparkan Islam ke belakangnya.” (HR. Al-Baihaqi) Suatu saat seorang laki-laki datang kepada Ibn ‘Abbas ra. menanyakan tentang orang mati yang tidak pernah menunaikan shalat Jumat dan shalat berjamaah. Jawab beliau,” Di dalam neraka !” Maka orang tersebut bolak-balik datang kepada Ibn ‘Abbas sebulan lamanya menanyakan persoalan yang sama, tetapi Ibn ‘Abbas tetap menjawab, “Di dalam neraka !” Pada sebuah hadist (yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori) dikemukakan bahwa Ahli Kitab pernah dikaruniai hari Jumat. Tapi kemudian mereka berselisih sehingga berpaling dari hari Jumat itu. Lalu kita pun diberi petunjuk oleh Allah SWT untuk menerima Allah beri petunjuk untuk menerima hari Jumat. Hari itu dikemudiankan oleh Allah dalam memberikan-Nya kepada umat Islam ini dan dijadikan sebagai hari Raya bagi umat Islam. Karena itu umat Islam menjadi umat yang lebih diutamakan dan didahulukan, sedangkan Ahli Kitab menjadi pengikut mereka. Pada hadist yang diriwayatkan Anas ra., Nabi SAW bersabda, ” Datang kepadaku Jibril as. dan pada tangannya terdapat sebuah cermin putih, seraya berkata, ‘Inilah Jumat, yang diwajibkan atasmu oleh Tuhanmu untuk menjadikannya hari raya bagimu dan umat sesudahmu.’ Lalu aku bertanya,”Terdapat apakah di dalamnya bagi kami?” Jibrilpun menjawab,“Kalian mempunyai waktu yang diutamakan. Barangsiapa berdoa padanya kebajikan, niscaya Allahmenganugrahi kebajikan padanya, atau jika dia tidak memperoleh kebahagiaan, niscaya kebahagiaan itu diberikanbahkan yang lebih besar. Atau jika ia berlindung dari kejahatan, niscaya Allah akan melindungi dengan perlindungan yang lebih besar daripada kejahatan tersebut. Hari Jumat adalah sayyidul ayyam(penghulu segala hari), jika Kita bermohon pada Allah di hari itu, niscaya di akhirat akan menjadi hari kelebihan.” Lalu aku bertanya, “Mengapa demikian?” Jibril as. menjawab,“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menjadikan dalam surga sebuah lembah yang luas dari kesturi putih. Maka apabila datang hari Jumat, niscaya turunlah Dia dari surga yang tinggi di atas Kursy-Nya. Lalu jelaslah Dia kepada bagi mereka, sehingga para penghuni surga memandang kepada Wajah-Nya. (HR Anas) Pada hadist lainnya Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik hari yang terbit padanya matahari ialah hari Jumat. Pada hari Jumat, dijadikan Adam as. Pada hari jumat pula Adam as. dimasukkan ke dalam surga, diturnkan ke bumi, diterima taubatnya, adam as. meninggal dan pada hari Jumat itu berdirinya qiamat. Adalah hari Jumat itu pada sisi Allah SWt merupakan hari keutamaan. Begitulah hari Jumat dinamakan oleh ara malaikat di langit, yaitu: hari memandang ke Allah Ta’ala dalam di surga. Pada hadist yang lain, disebutkan bahwa pada tiap-tiap hari Jumat, Allah ‘Azza wa Jalla mempunyai enam ratus ribu orang yang dimerdekakan dari api neraka. Dalam hadist lainnya yang diriwayatkan oleh Anas ra. bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila selamatlah (amal seseorang) di hari Jumat, maka seamatlah (amal) di hari-hari lainnya.”

Selasa, 17 Mei 2011

TELADAN KESEDERHANAAN

Amru bin Harith r.a. meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW ketika wafat tidak meninggalkan dinar, dirham, hamba sahaya lelaki atau perempuan, dan tiada sesuatu apa pun, kecuali keldai yang putih yang biasa ditungganginya dan sebidang tanah yang disedekahkan untuk kepentingan orang-orang yang merantau. Sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi) Rasulullah SAW selama hidupnya adalah seorang yang berperibadi sederhana. Meskipun memiliki kekuasaan yang besar, tidak sedikitpun dimanfaatkannya untuk memiliki harta yang berlimpah. Kesederhanaan Rasulullah SAW tidak terbatas pada sikap Baginda yang memang sangat sederhana, tetapi juga terhadap apa sahaja yang dimilikinya. Hal itu tampak jelas dalam kehidupan sehari-harinya. Rasulullah SAW bersabda: "Tiada hak bagi seorang anak Adam dalam semua hal ini kecuali rumah tempat tinggal, baju yang menutup auratnya, roti kering dan air." (HR Tirmidzi) Ibnu Abbas r.a. menceritakan bahawa kadang-kadang Rasulullah SAW beserta keluarganya tidak makan beberapa malam, kerana tidak ada makanan dan kebanyakan makanan mereka terdiri dari roti dan tepung gandum. Dalam kehidupan dunia hari ini yang semakin materialistik, sikap sederhana adalah sesuatu yang jarang ditemui. Kebanyakan manusia cenderung mempertontonkan kemewahan dan berlebihan terhadap apa yang mereka miliki. Kebanyakan manusia merasa tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka miliki. Ketika mereka telah dikurniakan oleh Allah SWT kendaraan berupa motosikal, mereka ingin memiliki kereta. Apabila hajatnya sudah dipenuhi, mereka berusaha memiliki kereta yang lebih mewah. Begitulah sifat tamak manusia yang akhirnya menyebabkan seseorang itu menjadi bakhil kerana takutkan kemiskinan atau berkurangnya harta kekayaan. Firman Allah SWT: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari kurniaNya menyangka, bahawa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Ali Imran: 180) Perilaku di atas sering kali menjerumuskan manusia pada perilaku yang bertentangan dengan syariat Islam. Ketika manusia cenderung berperilaku berlebih-lebihan, sering kali pula manusia dibutakan matanya dengan melakukan perbuatan-perbuatan berupa perbuatan rasuah serta bentuk-bentuk kejahatan yang lain. Padahal, asas kesederhanaan adalah ‘Qanaah’ iaitu adanya rasa kecukupan pada dirinya dengan apa yang diterimanya. Hidup sederhana adalah hidup tidak berlebih-lebihan, tidak bersikap mempertontonkan kemewahan kepada orang lain, terutamanya terhadap jiran tetangga. Hidup sederhana juga bererti sentiasa berlaku adil serta mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Sikap hidup sederhana juga bererti menempatkan sesuatu pada tempatnya, menggunakan harta yang dimilikinya untuk kepentingan dan kemaslahatan umat, dan sentiasa berzakat dan bersedekah. Firman Allah SWT: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr: 9) Waallahu'alam...

Minggu, 01 Mei 2011

Yang harrus kita ingat dlm mengarungi cobaan hidup

Berikut adalah beberapa kiat yang bisa memudahkan seseorang dalam menghadapi setiap ujian dan cobaan: Mengimani takdir ilahi Setiap menghadapi cobaan hendaklah seseorang tahu bahwa setiap yang Allah takdirkan sejak 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi pastilah terjadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ “Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”[1] Beriman kepada takdir, inilah landasan kebaikan dan akan membuat seseorang semakin ridho dengan setiap cobaan. Ibnul Qayyim mengatakan, “Landasan setiap kebaikan adalah jika engkau tahu bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti terjadi dan setiap yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi.” [2] Yakinlah, ada hikmah di balik cobaan Hendaklah setiap mukmin mengimani bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti ada hikmah di balik itu semua, baik hikmah tersebut kita ketahui atau tidak kita ketahui.[3] Allah Ta’ala berfirman, أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ (115) فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ (116) “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) 'Arsy yang mulia.” (QS. Al Mu’minun: 115-116) Allah Ta’ala juga berfirman, وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ (38) مَا خَلَقْنَاهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq.” (QS. Ad Dukhan: 38-39) Ingatlah bahwa musibah yang kita hadapi belum seberapa Ingatlah bahwa Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mendapatkan cobaan sampai dicaci, dicemooh dan disiksa oleh orang-orang musyrik dengan berbagai cara. Kalau kita mengingat musibah yang menimpa beliau, maka tentu kita akan merasa ringan menghadapi musibah kita sendiri karena musibah kita dibanding beliau tidaklah seberapa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, لِيَعْزِ المسْلِمِيْنَ فِي مَصَائِبِهِمْ المصِيْبَةُ بي “Musibah yang menimpaku sungguh akan menghibur kaum muslimin.”[4] Dalam lafazh yang lain disebutkan, مَنْ عَظَمَتْ مُصِيْبَتُهُ فَلْيَذْكُرْ مُصِيْبَتِي، فَإِنَّهَا سَتَهَوَّنُ عَلَيْهِ مُصِيْبَتُهُ “Siapa saja yang terasa berat ketika menghapi musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku. Ia tentu akan merasa ringan menghadapi musibah tersebut.”[5] Ketahuilah bahwa semakin kuat iman, memang akan semakin diuji. Dan masih banyak lagi tuntunan dalam islam dlm menghadapi cobaan.