Senin, 25 April 2011

Ketentuan Allah

Hikmah di Balik Beriman kepada Takdir General category “Tiada suatu bencana pun yg menimpa di bumi dan tiada menimpa dirimu kecuali telah tertulis di dalam kitab sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yg demikian itu adl mudah bagi Allah. Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yg luput darimu dan supaya kamu tidak merasa bangga dgn apa yg telah diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai tiap orang yg sombong lagi membanggakan diri.” . Beriman kepada qadar baik dan buruk adl salah satu rukun iman yg wajib diyakini oleh tiap mukmin. Itu merupakan awal dari tawakal kepada Allah dalam segala usaha yg dilakukannya. Dengan iman pada qadar tiap mukmin akan optimis dan selalu optimis dalam segala tindak tanduk dan perbuatan serta usahanya. Karena setelah ia mencurahkan segala kemampuan yg ada padanya ia akan bertawakkal kepada Allah semata dalam hasil yg akan dicapainya. Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui. Dia tidak melakukan dan menetapkan sesuatu pada hamba-Nya kecuali ada hikmahnya. Lagi pula Dialah yg mengetahui apa yg baik dan buruk bagi hamba-Nya. Dengan modal iman akan qadar baik dan buruk dan bahwa semua itu telah ditulis di al-Lauh al-Mahfuzh seorang mu’min akan siap jiwa raga menerima apa pun hasil yg diraih apa pun yg menimpanya. Jika buruk yg dicapai atau musibah yg menimpa itu tidak akan membuatnya sedih dan larut dalam kesedihan dan duka lara. Jika ia tidak mencapai apa yg diinginkannya walau pun sudah mengerahkan segala daya upaya ia tidak akan berkecil hati karenanya. Ia tahu bahwa apa yg disukainya belum tentu baik baginya dan apa yg dibencinya belum tentu buruk baginya. Sebaliknya jika kesuksesan dan keberhasilan serta untung yg diraihnya ia tidak serta merta merasa bahwa itu semua merupakan hasil jerih payahnya semata. Ia sadar bahwa semua itu adl karunia Allah semata. Ia tidak akan menyombongkan dirinya dgn segala keberhasilan itu. Tentunya dgn menyadari ini semua ia tidak akan kikir atau pelit dalam berbagi dgn sesama sebagian dari keberhasilan dan keuntungan yg diraihnya. Jika iman akan qadar baik dan buruknya kurang mantap hal itu akan membawa dampak negatif pada seseorang dalam menyikapi segala yg terjadi dalam kehidupan dunia ini. Apabila buruk yg diraih dan menimpanya ia akan larut dalam kesedihan dan kepesimisan. Bahkan akan mudah tumbuh subur di hatinya rasa dengki dan iri terhadap orang lain yg berhasil. Namun jika keberhasilan dan kesuksesan yg diraihnya secara perlahan akan tumbuh rasa bangga dan sombong dalam jiwanya krn merasa bahwa apa yg diraihnya adl hasil usahanya semata. Akibatnya ia akan membanggakan diri pada orang lain kikir dan pelit utk berbagi kecuali ada tujuan tertentu. Itulah sifat si Qarun yg dulunya miskin kemudian menjadi kaya raya setelah Allah mengabulkan doa nabi Musa ‘Alaihissalaam utk si Qarun. Kekayaannya melimpah ruah sampai-sampai kunci gudang-gudang penyimpanan hartanya tidak mampu diangkat oleh beberapa orang yg kuat. Tetapi rupanya dia tidak tahu diri dan tidak mau bersyukur. Dia malah membanggakan dirinya bahwa apa yg dimilikinya adl krn kepintarannya. Dia lupa bagaimana dia dulu merengek-rengek kepada nabi Musa ‘Alaihissalaam agar didoakan supaya Allah memberinya kekayaan. Dia kikir dan pelit luar biasa krn baginya ia tidak perlu berbagi dgn orang-orang miskin yg bodoh menurutnya. Akhirnya Allah menenggelamkan si Qarun dan seluruh harta kekayaannya ke dalam perut bumi tanpa ada yg tersisa. Itulah salah satu contoh orang congkak akan segala ni’mat yg diraihnya. Ia tidak menyadari bahwa baik dan buruk merupakan qadar yg sudah Allah tetapkan di al-Lauh al-Mahfuzh dan bahwa semua itu adl ujian baginya. Kalaulah seseorang menyadari hal yg demikian ia akan sadar bahwa ia tidak punya alasan utk menyombongkan diri atas orang lain apalagi di hadapan Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar